Lontaraq adalah naskah kuno yang menjadi salah satu sumber sejarah tertua dan terpenting dalam kebudayaan Bugis. Tidak hanya berfungsi sebagai catatan masa lalu, Lontaraq juga menjadi penghubung antara dunia lama dan dunia modern, menjaga memori kolektif masyarakat Bugis dari satu generasi ke generasi berikutnya. Melalui Lontaraq, kita dapat menelusuri sejarah kerajaan, kehidupan sosial, hukum adat, hingga pandangan kosmologis yang membentuk karakter orang Bugis sejak berabad-abad lalu.
Asal-Usul dan Makna Lontaraq dalam Tradisi Bugis
Lontaraq berasal dari kata “lontar”, yakni daun pohon siwalan atau tal yang digunakan sebagai media tulis pada masa sebelum kertas dikenal luas. Namun, dalam konteks Bugis, istilah Lontaraq tidak sekadar merujuk pada daun lontar, melainkan seluruh tradisi tulis-menulis yang menggunakan aksara Bugis. Naskah-naskah ini ditulis dengan aksara sulapa eppa aksara yang bentuknya menyerupai empat sudut atau segi empat, simbol keseimbangan alam dalam kosmologi Bugis.
Para penulis Lontaraq bukanlah penulis biasa. Mereka adalah pejabat kerajaan, pemuka adat, juru tulis istana, atau tokoh terpelajar yang menguasai bahasa, adat, dan struktur pemerintahan. Karena ditulis oleh kalangan yang paham seluk-beluk kerajaan, Lontaraq dianggap memiliki tingkat keandalan yang tinggi, sekaligus mencerminkan cara berpikir masyarakat Bugis pada masa lalu.
Lontaraq sebagai Pencatat Sejarah Kerajaan-Kerajaan Bugis
Salah satu peran terbesar Lontaraq adalah sebagai arsip sejarah kerajaan. Di dalamnya tersimpan catatan mengenai silsilah raja, daftar pemerintah, peperangan, aliansi politik, dan perjanjian antar-wilayah. Kerajaan Bone, Wajo, Luwu’, Soppeng, Cina, dan Suppa’ memiliki Lontaraq masing-masing yang memuat kronologi peristiwa penting.
Berkat Lontaraq, kita mengetahui bagaimana kerajaan-kerajaan Bugis terbentuk, bagaimana mereka berinteraksi, dan bagaimana para pemimpin mengelola pemerintahan. Bahkan rincian seperti penyebab konflik, hukum perang, dan strategi diplomasi tercatat secara teratur. Sejarawan menyebut Lontaraq sebagai “peta politik Sulawesi Selatan pra-kolonial”, karena tanpa naskah ini, banyak peristiwa masa lalu tidak akan dapat direkonstruksi dengan jelas.
Lontaraq sebagai Penjaga Hukum Adat dan Pangadereng
Selain sejarah, Lontaraq juga memuat sistem hukum Bugis yang dikenal sebagai Pangadereng, yg terdiri dari Ade’, Bicara, Wari’, Rapang, dan Sara’. Setiap bagian memiliki fungsi yang mengatur kehidupan masyarakat: dari norma kehidupan sehari-hari hingga peraturan kerajaan. Lontaraq menjelaskan bagaimana hukum dijalankan, bagaimana perselisihan diselesaikan, dan bagaimana pemimpin wajib bertindak dalam menjaga keadilan.
Dalam banyak kasus, Lontaraq bukan hanya catatan, tetapi juga panduan praktik. Para pemimpin kerajaan Bugis merujuk pada naskah ini ketika menghadapi kasus rumit, terutama yang berkaitan dengan kehormatan (siri’) dan keadilan (bicara). Dengan demikian, Lontaraq menjadi dokumen hukum tertua yang memberi gambaran jelas tentang sistem perundangan lokal Nusantara sebelum pengaruh kolonial masuk.
Lontaraq sebagai Sumber Sastra Klasik dan Warisan Intelektual
Peran Lontaraq tidak hanya sebagai catatan politik, tetapi juga sebagai penyimpan karya sastra monumental. Yang paling terkenal adalah Sureq Galigo, salah satu karya sastra terbesar di dunia yang panjangnya melebihi epos Mahabharata. Karya ini menggambarkan pandangan kosmologi Bugis, struktur dewa, hubungan manusia dan alam, serta kisah kepahlawanan leluhur.
Karya-karya lain seperti sureq tentang petuah hidup, kisah pelaut, hingga legenda To Manurung juga tersimpan dalam bentuk Lontaraq. Dalam konteks ini, Lontaraq menjadi sumber pengetahuan yang tidak ternilai sebuah perpustakaan hidup yang mencerminkan tingkat kecerdasan, kreativitas, dan kepekaan spiritual masyarakat Bugis.
Lontaraq sebagai Arsip Sosial, Ekonomi, dan Budaya
Selain kerajaan dan sastra, Lontaraq juga mencatat kehidupan sehari-hari masyarakat Bugis. Banyak naskah berisi catatan transaksi perdagangan, penanda waktu panen, daftar barang bawaan pelaut, hingga perjanjian dagang antar-kampung. Hal ini membuktikan bahwa tradisi tulis Bugis tidak terbatas pada kalangan elite saja, tetapi juga menjadi sarana administratif bagi kehidupan masyarakat luas.
Melalui Lontaraq, peneliti mengetahui bahwa masyarakat Bugis telah memiliki struktur sosial yang kompleks, hubungan ekonomi antar-daerah, serta kemampuan navigasi dan perdagangan laut yang maju. Catatan-catatan tersebut menjadi bukti otentik mengenai mobilitas orang Bugis yang terkenal hingga ke Nusantara bagian barat, timur, bahkan Australia Utara.
Keandalan Lontaraq sebagai Sumber Sejarah
Lontaraq dianggap sangat penting karena merupakan salah satu catatan sejarah tertua dari Indonesia Timur yang ditulis oleh masyarakatnya sendiri. Tidak seperti banyak wilayah lain yang sejarahnya lebih banyak diketahui dari laporan kolonial, sejarah Bugis tercatat dari sudut pandang internal melalui Lontaraq.
Beberapa alasan keandalannya antara lain:
- ditulis oleh saksi atau pelaku sejarah,
- memuat detail yang sejalan dengan temuan arkeologi,
- memiliki kesinambungan antar-kerajaan,
- serta masih dilestarikan dan dikaji hingga kini.
Pelestarian Lontaraq dalam Era Modern
Dalam perkembangan modern, pelestarian Lontaraq menjadi perhatian besar pemerintah daerah Sulawesi Selatan, akademisi, dan para pemerhati budaya. Banyak naskah kuno kini disimpan di perpustakaan kerajaan, museum, dan lembaga akademik. Sebagian telah dialihaksarakan ke huruf Latin, ditransliterasi, dan diterjemahkan agar bisa diakses oleh generasi muda.
Digitalisasi juga membantu melindungi Lontaraq dari kerusakan akibat usia. Di sisi lain, semakin banyak peneliti yang mengkaji isi Lontaraq untuk memperkaya pemahaman kita tentang sejarah, hukum adat, sastra, dan kehidupan sosial masyarakat Bugis.
Lontaraq menjadi bukti bahwa peradaban Bugis memiliki tradisi intelektual yang kuat dan sadar akan pentingnya catatan tertulis dalam membangun identitas.
Lontaraq sebagai Fondasi Memori Sejarah Bugis
Sebagai sumber sejarah tertua dan terlengkap, Lontaraq memainkan peran sentral dalam pemahaman kita tentang asal-usul, nilai, dan perjalanan peradaban Bugis. Ia adalah jendela menuju masa lalu, cermin bagi budaya Bugis modern, dan harta pengetahuan yang terus hidup hingga kini. Dengan menjaga dan mempelajari Lontaraq, masyarakat Bugis tidak hanya melestarikan sejarahnya, tetapi juga menjaga roh kebudayaan yang telah menemani mereka selama ratusan tahun.
Admin : Andi Mila
.jpg)