Lontaraq adalah salah satu warisan intelektual paling berharga yang dimiliki suku Bugis. Ia bukan sekadar tulisan kuno, tetapi fondasi pengetahuan yang mencatat perjalanan panjang masyarakat Bugis sejak abad-abad awal pembentukan kerajaan. Dengan aksara yang disebut Aksara Lontara’, naskah-naskah ini menjadi bukti betapa majunya kemampuan literasi masyarakat Bugis jauh sebelum pengaruh kolonial maupun modernisasi menyentuh Sulawesi Selatan. Di dalamnya tersimpan data, cerita, dan hukum yang kemudian menjadi pedoman hidup bagi banyak generasi.
Sumber Sejarah Paling Kredibel
Sebagian besar informasi tentang kerajaan-kerajaan Bugis seperti Bone, Wajo, Soppeng, dan Luwu berasal dari Lontaraq. Naskah ini merekam kronik kerajaan, kisah To Manurung, silsilah bangsawan, perjanjian antar-kerajaan, hingga catatan peristiwa besar seperti peperangan dan migrasi. Karena ditulis oleh para penutur asli dan sering diperbarui secara turun-temurun, Lontaraq menjadi sumber sejarah yang otentik dan paling dipercaya oleh para sejarawan. Melalui naskah inilah kita mengetahui bagaimana struktur politik Bugis berkembang, bagaimana hukum adat diberlakukan, serta bagaimana diplomasi antar-kerajaan dijalankan.
Pusat Hukum dan Nilai Sosial
Di samping sejarah, Lontaraq juga memuat kumpulan hukum adat yang disebut Ade’, beserta preseden hukum yang dikenal sebagai Rapang. Catatan ini sangat penting karena menjadi dasar penyelesaian konflik, penentuan hak waris, pengaturan tanah, hingga aturan moral yang berlaku dalam masyarakat Bugis. Di dalam Lontaraq terekam nilai-nilai yang masih hidup hingga kini seperti siri’, pesse, kejujuran, kesetiaan, serta tata krama masyarakat. Dengan kata lain, Lontaraq bukan hanya dokumen sejarah, tetapi juga “konstitusi budaya” yang membentuk karakter orang Bugis dari masa ke masa.
Kekayaan Sastra dan Filsafat
Selain sejarah dan hukum, Lontaraq menjadi wadah sastra Bugis klasik. Epik agung I La Galigo karya sastra yang dianggap salah satu terpanjang di dunia lahir dari tradisi penulisan Lontaraq. Cerita-cerita dalam La Galigo menggambarkan kosmologi, falsafah hidup, hubungan manusia dengan alam, serta konsep moral yang dijunjung tinggi masyarakat Bugis. Kekayaan sastra ini menunjukkan bahwa orang Bugis bukan hanya pelaut dan pedagang, tetapi juga pemikir dan pencipta karya seni yang mendalam.
Catatan Pelayaran dan Identitas Maritim
Sebagian naskah Lontaraq berisi catatan pelayaran yang dikenal sebagai Lontaraq Pampawae, yakni buku harian para pelaut Bugis yang berlayar ke Nusantara, Malaka, Pattani, hingga Australia Utara. Catatan ini merekam rute dagang, kondisi cuaca, strategi navigasi, hingga hubungan diplomatik maritim. Semua ini menjadi bukti bahwa kemampuan pelayaran Bugis bukan legenda semata, tetapi keahlian nyata yang diabadikan dalam naskah tertulis.
Peran di Era Modern
Pada zaman modern, Lontaraq tetap memiliki posisi istimewa. Para peneliti, sejarawan, dan ahli budaya Bugis terus melakukan transliterasi dan pelestarian terhadap naskah-naskah yang terserak di berbagai kampung, museum, hingga koleksi keluarga bangsawan. Pemerintah daerah, akademisi, dan komunitas budaya menjadikan pelestarian Lontaraq sebagai bagian dari upaya menjaga jati diri Bugis. Naskah-naskah ini tidak hanya dipandang sebagai benda bersejarah, tetapi juga sebagai sumber nilai yang masih relevan dalam pendidikan, hukum adat, dan penguatan budaya lokal.
Warisan yang Harus Dijaga
Keberadaan Lontaraq adalah bukti bahwa peradaban Bugis dibangun di atas pondasi literasi dan pengetahuan. Karena itu, Lontaraq bukan hanya peninggalan masa lalu, tetapi amanah untuk masa depan. Menjaga, mempelajari, dan menyebarkan isi Lontaraq berarti menjaga ruh peradaban Bugis agar tetap hidup dan dikenal oleh generasi berikutnya. Di tengah derasnya perubahan zaman, Lontaraq menjadi jangkar moral, sejarah, dan kebijaksanaan yang tidak akan lekang oleh waktu.
Admin : Andi Nina
.jpg)